BERITA

Jumat, 04 Juli 2025

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah melakukan pertemuan strategis dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, untuk membahas realisasi program perumahan rakyat di provinsi padat penduduk tersebut, Jumat (4/7/2025). Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi keduanya yang telah lama bersahabat, sekaligus menandai langkah serius pemerintah dalam menghadirkan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan dan perdesaan Jawa Timur.

Dalam pertemuan tetersebut, Wamen Fahri menegaskan bahwa arah pembangunan hunian ke depan harus mengarah pada konsep vertikal. Ia mencontohkan pengalaman negara seperti Singapura, yang sejak tahun 1980-an telah beralih dari bangunan 3–5 lantai ke hunian vertikal hingga 30 lantai seiring keterbatasan lahan. Menurutnya, kota-kota padat seperti Surabaya dan daerah perkotaan di Jawa Timur perlu segera mengadopsi pendekatan serupa untuk menjawab tantangan backlog perumahan.

“Lahan di perkotaan kita sudah terbatas. Kita harus mulai membiasakan konsep vertical housing dengan perencanaan matang, agar warga bisa tinggal di rumah layak tanpa harus direlokasi terlalu jauh,” jelas Wamen Fahri.

Ia mencontohkan proyek Kampung Cibangkok di Bandung yang dirancang oleh Sekolah Arsitektur dan Kebijakan Publik ITB. Dari luas 5 hektare, hanya 1,5 hektare yang digunakan untuk hunian vertikal, sementara 3,5 hektare sisanya bisa dimanfaatkan secara ekonomis dengan nilai mencapai ratusan miliar rupiah. Konsep ini, menurut Wamen Fahri, memungkinkan masyarakat mendapatkan hunian layak secara gratis melalui konsolidasi tanah dan skema pembiayaan yang disusun secara kolaboratif.

Wamen Fahri juga menyoroti pentingnya peran koperasi dalam pengelolaan tanah sisa dan pengelolaan aset vertikal. Ia menyebut Koperasi Merah Putih sebagai contoh institusi yang bisa diberdayakan untuk menyediakan fasilitas simpan pinjam dan mendukung pembiayaan material pembangunan rumah melalui program BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya).

“Kalau tanahnya kita konsolidasikan, perizinan dimudahkan, lalu pembiayaan dijalankan dengan skema off-taker, maka rumah vertikal bisa dibangun cepat dan efisien. Bahkan yang empat lantai itu bisa selesai dalam dua bulan,” terang Wamen Fahri.

Ia mendorong agar Pemerintah Provinsi Jawa Timur mulai mengembangkan sistem database kepemilikan rumah yang terintegrasi. Salah satu gagasan yang diusulkan adalah penerbitan Kartu Perumahan untuk warga yang ingin mengantre mendapatkan hunian. Dengan sistem digitalisasi, prioritas pemberian rumah bisa disalurkan secara adil kepada keluarga paling membutuhkan, terutama yang masuk dalam kategori desil 1 (miskin ekstrem).

Mengutip data BPS, Wamen Fahri mengungkapkan ada tiga kategori dalam backlog perumahan. Pertama, sekitar 9,8 juta keluarga tidak memiliki rumah maupun tanah (backlog kepemilikan), Selanjutnga sekitar 20 juta keluarga memiliki rumah tidak layak huni, dan sekitar 6 juta keluarga tinggal di rumah buruk dan bukan milik sendiri.

“Yang 6 juta ini harus kita tangani tahun pertama. Karena begitu mereka punya tanah dan rumah, mereka bisa masuk dalam jaringan ekonomi dan kooperasi. Ini soal reformasi struktural juga,” tambahnya.

Dalam pertemuan tersebut, Wamen juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran hingga Rp3,6 triliun untuk program renovasi dan pembangunan rumah melalui BSPS. Program ini diharapkan mampu menyasar hingga 2 juta unit rumah per tahun, dan sebagian besar akan difokuskan untuk rumah vertikal di kawasan perkotaan.

Wamen Fahri mengajak seluruh pemangku kebijakan, khususnya pemerintah daerah, untuk aktif menginisiasi skema-skema kreatif dan tidak bergantung sepenuhnya pada regulasi pusat. “Inisiatif daerah sangat bisa. Yang penting ada political will dan skema yang fair,” tegasnya.

Sejak tahun 2019, Gubernur Khofifah menyampaikan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menjalankan program perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) sebanyak 38 ribu unit rumah telah direnovasi dengan anggaran sebesar Rp20 juta per unit. Menyambut tahun 2025, Pemprov Jawa Timur berencana menaikkan bantuan renovasi menjadi Rp25 juta per rumah.  “Dengan memperluas dan memasifkan program renovasi rumah atau BSPS kami berharap jumlah rumah tidak layak huni di Jawa Timur dapat terus menurun secara signifikan,” ujarnya.